Friday 30 November 2012

KEJANGGALAN SISTEM AKREDIASI PT


Model Akreditasi Program Studi
Dalam model Akreditasi program studi BAN-PT melakukan penilaian berdasarkan stantda-standar sebagai berikut
1.DIMENSI
-Masukan (INPUT)
-Proses (PROCESS)
-Luaran dan hasil (OUTPUT dan OUTCOME)
2.STANDAR AKREDITASI POGRAM STUDI
-Jatidiri, Visi, Misi , dan Tujuan
-Pengelolaan Lembaga dan Program
-Mahasiswa dan Bantuan
-Kurikulum
-Ketenagaan : Dosen dan Tenaga Pendukung
-Sarana dan Prasarana
-Pendanaan
-Proses Pembelajaran dan Penilaian Hasil Belajar
-Penelitian, Publikasi dan Thesis
-Suasana Akademik
-Pengabdian Kepada Masyarakat
-Sistem peningkatan dan pengendalian mutu
-Sistem Informasi
-Lulusan
... è

Model Akreditasi di atas saya salin dari ban-pt.kemdiknas.go.id . Dengan sengaja saya mempertebal dan memberi warna merah pada poin terakhir Standar Akreditasi Program Studi. Itulah poin yang akan saya bagikan sebagai coretanku kali ini.


Mengacu pada judul coretan tanganku ini, itulah yang muncul di benakku beberapa  pekan sebelum coretan ini saya terbitkan. Tepatnya pada pertengahan Oktober 2012, ketika saya dinyatakan Lulus dari salah satu perguruan tinggi swasta di Makassar dan mulai mencari pekerjaan. Melihat beberapa lowongan kerja BUMN dan beberapa perusahaan swasta yang besar lainnya, mencantumkan MINIMAL AKREDITASI B di persyaratan perekrutan pegawainya.

Saya selalu berkecil hati setiap membaca persyaratan itu. Kasian mereka yang hanya kuliah pada program studi yang terakreditasi C, apalagi yang belum terakreditasi seperti saya ini. Sampai coretan ini saya terbitkan, program studi saya belum terakreditasi.

Kembali pada Standar Akreditasi Program Studi. Berdasarkan dimensi penilaian dalam model akrediatasi, tiga poin standarnya sudah cukup baik yang meliputi Input, Proses dan Output/Outcome. Namun saya mendapati kejanggalan yang terjadi di lapangan, khususnya pada kondisi yang saya alami sendiri. Kondisi dimana saya menjadi angkatan pertama program studi baru pada perguruan tinggi swasta. Sudah barang tentulah lulusan pertama tidak akan mendapatkan pengakuan dengan akreditasi yang nota benenya sangat dibutuhkan dalam mencari kerja kedepannya.

Solusi yang ada hanya menunggu program studinya di akreditasi, namun setelah saya telusuri lebih lanjut, kondisi ini dapat saya katakan sebagai lingkaran yang tidak berujung. Yaitu kondisi dimana tidak akan ditemukan hasil yang maksimal. 

Salah satu poin penilaian akreditasi ialah lulusan (output/outcome). Dalam kondisi ini, saya mendefinisikan outcome adalah sejauh mana lulusan sebuah perguruan tinggi terserap dalam dunia kerja. Lebih singkatnya outcome adalah tingkat kesuksesan lulusan perguruan tinggi. Makin banyak alumni yang sukses, maka nilai poin kelulusan akan semakin tinggi.

Namun pertanyaannya kemudian ialah, bagaimana mungkin lulusan pertama akan banyak yang sukses apabila belum terakreditasi. Disinilah lingkaran antara lulusan sukses dengan akreditasi saling membutuhkan dan akan menjadi siklus lingkaran yang tak berujung.

Saya berpikir bahwa siklus lingkaran itu harus dicarikan solusi. Kemudian saya beranggapan bahwa untuk memperbaiki kejanggalan itu ialah kembali ke awal izin mendirikan perguruan tinggi atau izin program studi baru. Bercermin pada perguruan tinggi yang telah sukses dan beberapa pertimbangan ahli, dapat dirumuskan sedemikian rupa syarat-syarat mendirikan perguruan tinggi atau membuka program studi baru supaya dapat menjamin akan menghasilkan lulusan yang berkualitas bahkan walaupun itu lulusan pertama.

Meski saya tidak mengetahui secara detail teknis dari izin yang ideal itu, namun itulah solusi terbaik dari saya.

Teringat pernyataan yang berbunyi “Tidak ada perubahan yang tidak menelan korban”. Seandainya si korban gugur ketika ikut memperjuangkan perubahan tersebut, maka ia dapat dikatakan sebagai pahlawan. Namun jika si korban mati ibaratnya kelinci percobaan, maka ia mati konyol.

Mohon Cerahkan saya jika ternyata salah menganalisa

No comments:

Post a Comment