Model Akreditasi Program Studi
Dalam model Akreditasi program studi BAN-PT melakukan penilaian berdasarkan stantda-standar sebagai berikut
1.DIMENSI
-Masukan (INPUT)
-Proses (PROCESS)
-Luaran dan hasil (OUTPUT dan OUTCOME)
2.STANDAR AKREDITASI POGRAM STUDI
-Jatidiri, Visi, Misi , dan Tujuan
-Pengelolaan Lembaga dan Program
-Mahasiswa dan Bantuan
-Kurikulum
-Ketenagaan : Dosen dan Tenaga Pendukung
-Sarana dan Prasarana
-Pendanaan
-Proses Pembelajaran dan Penilaian Hasil Belajar
-Penelitian, Publikasi dan Thesis
-Suasana Akademik
-Pengabdian Kepada Masyarakat
-Sistem peningkatan dan pengendalian mutu
-Sistem Informasi
-Lulusan
...
è
Model
Akreditasi di atas saya salin dari ban-pt.kemdiknas.go.id . Dengan sengaja
saya mempertebal dan memberi warna merah pada poin terakhir Standar Akreditasi
Program Studi. Itulah poin yang akan saya bagikan sebagai coretanku kali ini.
Mengacu
pada judul coretan tanganku ini, itulah yang muncul di benakku beberapa pekan sebelum coretan ini saya terbitkan. Tepatnya
pada pertengahan Oktober 2012, ketika saya dinyatakan Lulus dari salah satu
perguruan tinggi swasta di Makassar dan mulai mencari pekerjaan. Melihat beberapa
lowongan kerja BUMN dan beberapa perusahaan swasta yang besar lainnya, mencantumkan
MINIMAL AKREDITASI B di persyaratan perekrutan pegawainya.
Saya
selalu berkecil hati setiap membaca persyaratan itu. Kasian mereka yang hanya
kuliah pada program studi yang terakreditasi C, apalagi yang belum
terakreditasi seperti saya ini. Sampai coretan ini saya terbitkan, program
studi saya belum terakreditasi.
Kembali
pada Standar Akreditasi Program Studi. Berdasarkan dimensi penilaian dalam
model akrediatasi, tiga poin standarnya sudah cukup baik yang meliputi Input, Proses
dan Output/Outcome. Namun saya mendapati kejanggalan yang terjadi di lapangan,
khususnya pada kondisi yang saya alami sendiri. Kondisi dimana saya menjadi angkatan
pertama program studi baru pada perguruan tinggi swasta. Sudah barang tentulah
lulusan pertama tidak akan mendapatkan pengakuan dengan akreditasi yang nota
benenya sangat dibutuhkan dalam mencari kerja kedepannya.
Solusi
yang ada hanya menunggu program studinya di akreditasi, namun setelah saya telusuri
lebih lanjut, kondisi ini dapat saya katakan sebagai lingkaran yang tidak
berujung. Yaitu kondisi dimana tidak akan ditemukan hasil yang maksimal.
Salah
satu poin penilaian akreditasi ialah lulusan (output/outcome). Dalam kondisi
ini, saya mendefinisikan outcome adalah sejauh mana lulusan sebuah perguruan
tinggi terserap dalam dunia kerja. Lebih singkatnya outcome adalah tingkat
kesuksesan lulusan perguruan tinggi. Makin banyak alumni yang sukses, maka
nilai poin kelulusan akan semakin tinggi.
Namun
pertanyaannya kemudian ialah, bagaimana mungkin lulusan pertama akan banyak
yang sukses apabila belum terakreditasi. Disinilah lingkaran antara lulusan
sukses dengan akreditasi saling membutuhkan dan akan menjadi siklus lingkaran
yang tak berujung.
Saya
berpikir bahwa siklus lingkaran itu harus dicarikan solusi. Kemudian saya beranggapan
bahwa untuk memperbaiki kejanggalan itu ialah kembali ke awal izin mendirikan
perguruan tinggi atau izin program studi baru. Bercermin pada perguruan tinggi
yang telah sukses dan beberapa pertimbangan ahli, dapat dirumuskan sedemikian
rupa syarat-syarat mendirikan perguruan tinggi atau membuka program studi baru supaya
dapat menjamin akan menghasilkan lulusan yang berkualitas bahkan walaupun itu
lulusan pertama.
Meski
saya tidak mengetahui secara detail teknis dari izin yang ideal itu, namun
itulah solusi terbaik dari saya.
Teringat pernyataan yang berbunyi “Tidak ada perubahan yang tidak menelan korban”. Seandainya si korban gugur ketika ikut memperjuangkan perubahan tersebut, maka ia dapat dikatakan sebagai pahlawan. Namun jika si korban mati ibaratnya kelinci percobaan, maka ia mati konyol.
Mohon Cerahkan saya jika ternyata salah menganalisa
No comments:
Post a Comment